Jumat, 01 Januari 2010

Bubur romo



Nasi Roomo merupakan masakan asli bikinan orang Gresik (Jawa Timur). Sebagian orang menyebutnya bukan nasi, tetapi Sego Roomo atau Bubur Roomo. Disebut bubur karena bentuknya memang seperti bubur. Makanan yang banyak dijumpai di daerah-daerah tertentu di Kota Gresik, seperti kawasan dekat Pasar Kota Gresik, ini semakin langka dan penjualnya semakin berkurang.
Biasanya, masyarakat mengkonsumsinya dengan nasi atau kupat. Warna dan rasa buburnya persis bubur pada sate Padang. Kalau sate Padang, kupat dan sate disiram dengan bumbu (kental bubur), pada nasi Roomo bubur disiramkan pada nasi atau kupat. Biasanya, sebelumnya disiram dengan bubur tersebut, nasi atau kupat ditaburi dengan sayuran hijau yang dikukus.
Tak ada hubungan makna biologi atau sosiologis dari nama Roomo tersebut. Roomo adalah sebuah wilayah di Kecamatan Manyar yang berbatasan langsung dengan wilayah Gresik kota. Di dekat desa ini terdapat Makam Kubur Panjang, sebuah kawasan pemakaman para penyebar Agma Islam di Jawa. Disini terdapat makam Siti Fatimah binti Maimun, kerabat Wali Songo.


      Ibarat tradisi, Sego Roomo sudah ada sejak jaman dulu. Menurut cerita yang berkembang, nasi ini ada karena pada zaman dahulu ada seorang wanita setengah baya yang kebingungan dalam menghidupi keluarganya. Sampai suatu ketika dia bertemu waliyullah yang menyarankan dia untuk “menjual desanya.” Wanita ini faham dengan perkataan waliyullah tersebut kemudian dia menjual nasi aneh yang sekarang terkenal dengan nasi Roomo.
Bahan makanan dan penyajiannya menggunakan wadah yang khas. Nasinya disajikan dalam takir, wadah segi empat dari daun pisang yang dibuat dengan dua biting ditusukkan pada dua sisi yang saling berhadapan. Nasi atau kupat diletakkan pada takir dan diratakan, lalu diberi bubur. Sebelum disiram dengan bubur – tergantung permintaan – diatas nasi ditaburi ayuran hijau (jangan, bahasa Jawa) dan atau ditaburi kerupuk. Biasanya kerupuk udang atau kulit (rambak). Diatas siraman bubur itu, lalu ditaburi sayur koya dan atau krupuk kulit sapi atau cecek. Juga sambal sesuai dengan permintaan.
Sampai saat ini (Desember 2009) Nasi Roomo masih bertahan meski dengan kesederhanaan dan keterbatasan segmentasinya. Namun, berbeda dengan 20 tahun lalu, banyak ibu-ibu penjual Sego Roomo yang menjajakan keliling keluar masuk kampung. Biasanya, bumbu Roomo diletakkan di kemaron (wadah bulat yang terbuat dari gerabah) dan disungu (ditaruh di atas kepala).
      Konsumen biasanya menunggu di depan rumah pada jam-jam tertentu, biasanya pagi pukul 08.00-09.00. Lewat itu mereka sudah pulang, habis. Bila beruntung, ketika mereka dalam perjalanan pulang, biasanya tersisa kerak (intip, bahasa Jawa). Rasanya enak, gurih dan agak pahit seperti kerak makanan pada umumnya. Karena itu, seringkali – meski dagangannya belum habis – pembel minta ditambahi dengan intip itu di atas siraman bubur Roomo.
Kini, sulit untuk menunggu ibu-ibu penjual mendatangi konsumen.
Selain penjualnya semakin berkurang, mereka juga lebih suka mangkal di daerah tertentu. Di Kota Gresik, biasanya, penjual Sego Roomo bisa didapati di Jl. KH Hasyim Asyari, depan Sekolah Dasar Nahdlatul Ulama Sukodono, dan dekat kantor Kelurahan Karangpoh, depan Pasar Gresik. Seporsi (sepincuk mungkin lebih tepat) harganya Rp 4000. Tempat bubur bukan lagi kemaron yang terbuat dari gerabah melainkan terbuat dari aluminium. Demikian pula dengan temapt makannya, kini memakai piring plastik atau gelas meski tetap dialasi dengan daun pisang,
      Bagi yang belum pernah merasakan, pertama kali, rasanya aneh dan membuat neg. Tapi kalo sudah mencoba tiga-empat suap, maka rasa neg lambat laun berganti uenak pol dan gurih. Apalagi setelah menyantap koya, yang terbuat dari kelapa (parutan kulit dalam buah kelapa) disangrai terus ditumbuk halus dengan bumbu rahasia, rasa gurih tak terhankan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kesan anda setelah menikmati kuliner khas gresik